COMMUTERLINE LOVE STORY : EPISODE 9

“Jepang? Jepang Dhan? Serius lo?!” Jarwo bertanya sangat antusias ketika Dhandy bercerita bahwa Pak Abdur Rahman mengajaknya untuk pergi ke Kyoto Jepang dua minggu lagi. Hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
“Iya Wo, Pak Abdur Rahman tadi yang ngasih tahu gue.”
“Terus jawaban lo apa?”
“Ya gue bilang gue mau bilang sama keluarga dan orangtua dulu.”
“Yahhh elo bego banget sih. Aturan langsung iya aja. Kapan lagi coba punya kesempatan bisa pergi ke negara yang terkenal dengan bunga sakuranya, matahari terbit dan yang pasti keretanya itu bro. Elo harus nyobain kereta di sana. Elo jangan sia-siain.”
“Iya gue tahu. Ini kesempatan langka. Tapi bokap sama nyokap gue juga harus dikasih tahu lah. Soalnya ini dadakan.”
“Selamat ya bro. Wahhh, suatu kehormatan tuh.”

 

Commuterline tujuan Angke baru saja berhenti di stasiun Karet. Beberapa saat lagi kereta akan tiba di stasiun Tanah Abang. Dengan begitu Dhandy bersiap-siap untuk segera turun. Penumpang yang ada di dalam kereta terbilang penuh. Karena saat ini adalah jam-jam sibuk pulang kerja. Dhandy dan Jarwo sama-sama berdiri di dekat pintu.

 

Seharusnya Dhandy bahagia dengan kabar dari Pak Abdur Rahman. Akan pergi ke Kyoto Jepang dua minggu lagi. Karena tidak semua orang bisa diberikan kesempatan untuk pergi ke sana. Dan seharusnya Dhandy bersyukur, di antara semua karyawan kantor, Pak Wawan Kurniawan memilih dia untuk berangkat ke sana. Entah apa yang menjadi alasan dan yang menjadi kriteria. Padahal karyawan yang lain yang kinerjanya lebih bagus, sepertinya masih banyak. Tapi mengapa harus dia.

 

Ya. Dhandy patut berbangga atas hal ini. Namun sepertinya ada sebuah ganjalan yang sedang dia pikirkan. Wajahnya nampak tidak bahagia seratus persen. Ada helai kesedihan menaungi wajahnya. Gerangan apa yang menjadi penyebab. “Mau pergi ke Jepang, tapi gue belum bisa ketemu sama Annisa. Bagaimana ya. Bagaimana saat hari keberangkatan, gue belum bisa bertemu dengan dia. Padahal gue udah kangen banget. Annisa… Annisa…”

 

Sepertinya kekuatan rindu yang sedang dirasakan Dhandy begitu dahsyat kepada Annisa Azzahrah. Sampai-sampai mau pergi ke Jepang pun, dia masih mengingat perempuan itu yang baru sekali ditemuinya. Antara Dhandy dengan Annisa tidak ada hubungan apa-apa. Namun penyakit malarindu mulai menggerogoti hati Dhandy. “Harusnya gue bahagia mau ke sana. Tapi kenapa gue harus sedih seperti ini.”

 

“Dhan… muka lo kusut amat. Harusnya seneng dong mau ke Kyoto,”
“Gue mikirin Annisa Wo. Gue takut gue nggak ketemu Annisa sebelum gue berangkat ke Jepang.”
“Cahhh ellaaahhh. Lebay banget sih lo. Si Annisa dipikirin. Dia aja belum tentu mikirin elo.”
“Pokoknya, bagaimana caranya gue harus ketemu Annisa dulu sebelum gue berangkat. Elo bantuin gue ya. Temenin gue ya Wo.”
“Duhh Dhandy, Dhandy. Melankolis tingkat tinggi lo. Kagak biasanya kayak gini. Berarti elo bener-bener sayang dan cinta sama si Annisa.”
“Nggak tahu deh. Mungkin.”

 

Commuterline tujuan Angke tertahan sebelum masuk stasiun Tanah Abang. Kereta pun berhenti. Announcer di kabin masinis menginformasikan bahwa kereta sedang menunggu antrian sinyal masuk stasiun Tanah Abang. Dan di saat itulah handphone Dhandy berdecit-decit kembali mengagetkannya. Jarwo dan Dhandy sama-sama terkejut.

“Telepon lagi tuh. Ayo diangkat.” Usul Jarwo menatap Dhandy. Dan tanpa menunggu waktu lama Dhandy pun segera melihat ke layar handphonenya.
“Pak Wawan yang telepon.”
“Cepetan angkat.”
“Assalamu’alaikum Pak Wawan. Selamat sore Pak.”
“Waalaikum salam Dhandy. Kamu masih di kereta ya.”
“Masih Pak, mau masuk stasiun Tanah Abang nih. Ada apa ya Pak.”
“Pak Abdur Rahman sudah telepon kamu kan?”
“Oh… sudah Pak, kira-kira setengah jam yang lalu.”

 

Jadi begitu Dhan. Saya sengaja memilih kamu untuk pergi ke Kyoto. Karena saya lihat kamu bisa diandalkan. Kerja kamu di kantor juga bagus. Jadi saya rasa saya pantas mengutus kamu ke sana. Ini kesempatan emas Dhan. Tawaran seperti ini sangat langka dan belum tentu bisa datang yang kedua kalinya. Perusahaan kita dipilih Pak Nagao untuk menjadi mitra bisnis. Dan ini bisa menambah nilai investasi untuk perusahaan kita. Saya harap, kamu jangan mengecewakan saya ya Dhan. Pergunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.

 

“Iya Pak Wawan. Terima kasih atas kepercayaannya kepada saya.”
“Semua akomodasi dan perjalanan ke sana sudah ditanggung kantor dan juga Pak Abdur Rahman. Kamu hanya tinggal persiapkan diri kamu saja,”
“Iya Pak, sekali lagi saya ucapkan terima kasih.”
“Sama-sama. Oke Dhandy. Hanya itu yang mau saya bicarakan sama kamu. Assalamu’alaikum.”
“Waalaikum salam Pak.”

 

Dhandy pun segera menutup hubungan komunikasinya dengan Pak Wawan. Bersamaan dengan itu, kereta perlahan bergerak kembali menuju stasiun Manggarai. Alhamdulillah.

BERSAMBUNG ke episode berikutnya…

Hak Cipta Milik : Fakhrul Roel Aroel Hidayat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *