PANGGIL DIA IBU : EPISODE 21

Lanjutan Cerbung Panggil Dia Ibu : Episode 21

 

Beberapa penumpang sempat memperhatikan apa yang sedang terjadi antara Wawan, Habibi dan juga Elmeira. Terlebih penumpang yang ada di seberang persis dan di sebelah mereka. Mungkin karena kata-kata dan kalimat yang Wawan ucapan begitu dalam dan bermakna, ada beberapa yang ikut terharu dan manggut-manggut mengendangarkannya. Apalagi situasi di dalam kereta tidak terlalu ramai.

 

Namun sepertinya ucapan Wawan sangat mengena di hati Habibi. Terlihat dari ekspresi dan caranya menangis di pelukan Wawan. Setiap kata dan kalimat begitu berarti dan menyentuh perasaan Habibi. Apa yang sudah diucapkan oleh Ayahnya memang benar semua. Salah satunya adalah, bahwa sekejam apapun perlakuan seorang Ibu kepada anaknya, tetap saja, anak harus menyayangi dan menghormatinya.

Durhaka kepada Ibu sama saja dengan menentang Allah. Karena ridhonya Allah, terletak dari ridhonya orangtua. Dan Habibi tidak mau menjadi anak yang durhaka. Dia ingin menjadi anak yang baik. Dia ingin seperti Ayahnya yang sangat pemaaaf. Karena bagaimanapun kedudukan seorang Ibu tetaplah mulia. Ingatlah saat seorang Ibu mempertaruhkan nyawanya saat akan melahirkan. Hal itu pula yang membuat Habibi mulai melunakkan hatinya.

Habibi seharusnya bersyukur karena masih punya orangtua yang utuh. Ayah dan Ibu. Lain halnya dengan beberapa temannya di sekolah, yang sudah menjadi anak yatim. Bahkan yatim piatu. Tidak dapat menyandarkan rasa sayang dan juga kasih kepada orangtua. Sedangkan dengan Habibi, dia masih punya keduanya.

Bukankah di sekolah sering diajarkan, agar kita selalu berbakti kepada orangtua terutama Ibu. Berkata “Ah” saja itu sudah berdosa dan diminta pertanggungjawaban di akhirat nanti. Sementara, bagaimana dengan Habibi. Setiap bertemu dengan Yulia Ibu kandungnya, sikap dan kata-katanya selalu sinis, kasar dan tidak menyenangkan. Dapat dipikirkan betapa sakit dan terlukanya hati seorang Ibu diperlakukan seperti itu. Mungkin hal itu juga yang dirasakan Ibu Yulia, ketika Habibi memperlakukannya dengan sangat tidak baik.

Sungguh, Habibi merasa sangat berdosa. Dia merasa telah menghina Ibunya sendiri. Ya. Dulu memang Ibu Yulia sudah berbuat jahat sedemikian rupa. Tapi itu dulu. Sekarang Ibu Yulia datang dengan segenap perasaan bersalahnya. Dengan isak tangis dan juga penyesalan yang sangat dalam. Dan Habibi harus memahami. Seperti yang sudah dikatakan Wawan Ayahnya. Bahwa yang sempurna hanya milik Allah. Tempatnya salah dan dosa adalah manusia.

“Ayah… kita cari Ibu ya besok.” Ucap Habibi tiba-tiba saja sambil melepaskan pelukannya.
“Ya Allah… kamu sungguh-sungguh Habibi?” Tanya Wawan tak yakin dengan ucapan anaknya.
“Iya Ayah. Abib mau minta maaf sama Ibu. Abib sudah salah. Abib ingin ketemu sama Ibu.” Lelehan air mata Habibi tak terelakkan lagi.”
“Alhamdulillah ya Allah. Akhirnya kamu mau ketemu sama Ibu kamu. Terima kasih Nak.”

Ayah… Abib tidak mau menjadi anak yang durhaka. Abib ingin berbakti sama Ibu dan juga Ayah. Karena Abib bersyukur masih punya orangtua yang utuh. Apapun yang dulu pernah dilakukan Ibu Yulia, insya allah Abib memaafkan Ibu. Abib berusaha untuk melupakannya dan menyerahkannya kepada Allah.

“Subhanallah Abib. Terima kasih Nak. Kalau Ibu Yulia mendengarnya, dia pasti akan senang sekali. Kamu hebat Nak. Insya allah, kamu akan menjadi anak yang sholeh.” Untuk meluapkan perasaan bahagianya, Wawan memeluk Habibi dengan rasa haru yang tak tertahankan. Alhamdulillah, walaupun belum terlalu dewasa, namun putranya itu bisa mengambil langkah yang baik. Langkah yang mulia.

Lain Habibi, lain pula dengan Elmeira. Putrinya Wawan itu sepertinya bersikap biasa-biasa saja. Dia tidak tersentuh sama sekali dengan ucapan Wawan yang panjang lebar tadi dan juga dengan kata-kata penyesalan Habibi adiknya. Tangis keharuan Habibi, tidak serta merta menggugah hati dan perasaan Elmeira untuk bersikap serupa seperti Habibi. Wajahnya dang datar.

Mungkin Habibi bisa memaafkan Ibu Yulia dan ingin segera meminta maaf. Silakan saja Habibi ingin mencari Ibu Yulia kemudian memeluknya. Tapi tidak dengan Elmeira. Hingga saat ini, Elmeira belum bisa menerima kehadiran Ibu Yulia dan memaafkan semua kesalahannya di masa lalu. Di mata Elmeira, Ibu Yulia adalah sosok Ibu yang tidak layak mencium bau syurga itu.

Perempuan seperti Ibu Yulia, tidak pantas untuk mendapatkan maaf begitu saja dari Elmeira. Bila mengingat dulu, hingga saat ini sayatan dan tikaman luka yang diterimanya masih terasa perih. Perih sekali. Dan untuk menerima kehadiran Ibu Yulia, sepertinya tidak bisa. Elmeira tidak bisa.

“Elmeira… Bagaimana dengan kamu sayang?” Tiba-tiba saja Wawan menoleh ke arah Elmeira.
“Maafkan aku Ayah. Aku tidak bisa.”
“Maksud kamu, Nak?”
“Iya. Hati aku masih sangat sakit. Sampai sekarang masih terasa karena perlakuan dan perbuatan perempuan itu.”
“Elmeira… sayang.”
“Mungkin Habibi bisa, tapi aku nggak Yah. Aku masih benci dengan perempuan itu. Jadi sampai kapanpun… aku tidak mau panggil dia Ibu. Aku tidak mau.”
“Astagfirullahaladzim Elmeira, sayang…”

Elmeira membuang muka ke samping kiri. Wawan melihatnya sangat teriris dan dan juga kasihan. Di sisi lain Wawan boleh merasa bahagia karena Habibi sudah mau memaafkan Yulia. Tapi dengan Elmeira…. Bagaimana?

BERSAMBUNG ke episode berikutnya…

Hak Cipta Milik : Fakhrul Roel Aroel Hidayat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *