PANGGIL DIA IBU : EPISODE 24

Lanjutan Cerbung Panggil Dia Ibu : Episode 24

Di jalur dua dan tiga stasiun Bekasi sudah tersedia commuterline tujuan Jakarta Kota. Namun Wawan dan Habibi masih belum berminat untuk naik. Pertemuannya yang tiba-tiba dengan Yulia di tempat itu yang membuat mereka berdua tidak mau tergesa-gesa pulang ke rumah. Apalagi tadi Habibi dengan penuh cinta dan kasih, sudah memanggil Yulia dengan sebutan Ibu dan memeluknya erat sambil terisak tangis.

 

Sungguh, itu adalah kebahagiaan untuk Wawan sekaligus mukjizat yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Karena moment-moment seperti itu memang sudah lama dirindukan Wawan. Dan hari ini alhamdulillah Wawan bisa melihatnya secara langsung walaupun baru Habibi yang melakukan itu. Sementara dengan Elmeira, entahlah. Keberadaannya saja saat ini Wawan tidak tahu.

“Kamu sudah besar ya Abib. Kelas berapa sekarang sekolahnya?” Tanya Yulia setelah melepaskan pelukannya.
“Abib sekarang delapan Bu.”
“Alhamdulillah. Ibu senang dengernya.”
“Ibu jangan tinggalkan Abib lagi ya. Karena Abib butuh Ibu. Teman-teman Abib pada punya Ibu. Abib suka ngiri Bu.”
“Iya sayang, Ibu tidak akan pergi lagi. Ibu akan selalu ada untuk anak Ibu yang paling ganteng ini.”

Untuk yang kedua kalinya, Abib memeluk Yulia. Kebahagiaan nampak jelas di wajah anak baru gede itu.

“Terima kasih Bu, Abib bahagia banget. Tapi…” Tiba-tiba saja Abib melepaskan pelukannya dan wajahnya terlihat sedikit murung.
“Tapi kenapa Nak, koq wajah kamu jadi murung seperti ini.”
“Si teteh Bu. Sekarang si teteh sedang hilang. Sudah beberapa hari ini Abib dan Ayah nyari si teteh.”
“Elmeira? Kakak kamu kenapa dan ada apa?”

Habibi bingung harus menjawab apa. Untuk hal ini Wawan segera bertindak, dia pun mulai menjelaskan apa yang sudah terjadi kepada Elmeira. Dari pertama saat Wawan menasihatinya di kereta saat itu sampai kejadian pencarian hari ini, semuanya diceritakan. Dengan tangis yang tertahan, Wawan berusaha untuk tegar dan kuat di hadapan Yulia.

Yulia hanya bisa geleng-geleng kepala mendengarkan cerita dari mantan suaminya itu. Sampai sebegitunyakah Elmeira kepada Yulia. Kebencian yang begitu kuat dan tidak bisa terobati oleh nasihat apapun. Dan untuk memaafkan, sepertinya hal yang berat dan tidak mungkin.

“Aku minta maaf Yulia, aku tidak bisa meyakinkan Elmeira. Aku tidak bisa membujuk anak kita.” Wawan terlihat putus asa. Karena berbagai cara telah dia lakukan agar bisa menerima Yulia.
“Ini semua bukan salah Akang. Kang Wawan nggak salah. Kang Wawan sudah berusaha untuk meyakinkan Elmeira. Aku yang salah Kang, aku yang menyebabkan Elmeira seperti itu.” Yulia menatap Wawan dengan tatapan getir.
“Aku harap, kamu mau memaafkan Elmeira. Aku janji, aku akan terus mencari anak kita ada di mana.”
“Aku ikut nyari ya Kang. Kita cari Elmeira sama-sama.”

Aku tidak peduli dengan sikap dan perlakuan Elmeira. Aku akan terima. Yang penting dia harus segera ditemukan. Aku tidak ingin anakku kenapa-kenapa. Walaupun dia sangat membenciku, tapi aku selalu menyayanginya. Aku tidak mau kehilangannya Kang.

“Aku sangat merindukan dia memanggil kamu dengan sebutan Ibu. Seperti yang dilakukan Habibi tadi. Ibu… Ibu…” Wawan berandai-andai sendiri sambil menahan senyuman.
“Aku pasrahkan semua sama Allah saja Kang. Yang penting aku akan selalu mendoakan Elmeira yang terbaik. Soal dia mau berubah atau tidak, panggil aku Ibu atau tidak, biarlah Allah yang memberikan dia hidayah.
“Kamu benar Yulia, kita hanya berusaha, ikhtiar dan doa. Soal hasilnya, kita serahkan sama Allah.”

Kereta yang ada di jalur dua, perlahan-lahan diberangkatkan. Bergerak menuju ke Barat dengan membawa para penumpang di setiap gerbongnya. Sementara itu gagah sang matahari semakin tersungkur di Barat sana. Bisa cahayanya semakin menghangat.

“Ayah, mumpung ada Ibu di sini, bagaimana kita buka puasa bersama?” Tiba-tiba saja Habibi tercetus pertanyaan seperti itu. Wawan dan Yulia hanya saling tatap.
“Emmm… hehehe. Bagaimana Yulia. Habibi ingin kita buka puasa bersama.”
“Sebenarnya aku baru saja dari Bekasi ketemu teman. Tapi nggak apa-apa, demi Habibi aku mau.”
“Asik, jadi kita buka puasa bareng nih.”
“Iya sayang, Abib mau buka puasa di mana?”
“Di mana saja boleh. Yang penting ada Ayah dan Ibu.”
“Bagaimana kalau kita buka puasanya di Mall saja. Kan banyak restoran. Abib pasti suka. Biar Ibu yang traktir.”
“Mau mau. Terima kasih Bu.”

Untuk yang berikutnya, Habibi memeluk Yulia dengan perasaan bahagia. Melihat itu, Wawan tak kalah bahagianya. Alhamdulillah, saat ini satu kebahagiaan telah lahir dengan tulus.

BERSAMBUNG ke episode berikutnya…

Hak Cipta Milik : Fakhrul Roel Aroel Hidayat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *