Lanjutan Cerbung Panggil Dia Ibu : Episode 7
“Sekarang kamu tinggal di mana Yulia. Kamu sudah punya suami lagi atau belum?” Wawan mengulang kembali pertanyaannya. Karena hingga saat ini Yulia belum menjawabnya. Namun sepertinya Yulia begitu berat untuk menjawab pertanyaan itu. Karena Yulia kembali menundukkan wajahnya.
“Saat ini aku tinggal di daerah Kota Kang. Aku menjadi Ibu rumah tangga biasa.” Akhirnya Yulia menjawab juga, walaupun tidak berani menatap wajah Wawan. ” Aku baru pulang dari Bogor karena tiba-tiba saja, suamiku lama nggak pulang.”
“Kamu sudah punya suami lagi Yulia?” Wawan menegaskan dengan nada kaget.
Maafkan aku Kang Wawan. Aku terpaksa menikah lagi karena Mas Azwar suamiku yang terus membujukku saat itu. Mas Azwar adalah salah satu dari sekian banyak pelanggan aku ketika aku menjadi kupu-kupu malam. Awalnya kami hanya berhubungan sebatas pelanggan dan pembeli. Namun sepertinya Mas Azwar punya niatan serius untuk menikahi aku. Dia berjanji akan sungguh-sungguh dengan aku. Dia juga berjanji bahwa setelah kami menikah, dia akan membawa aku pergi jauh dan meninggalkan pekerjaan terkutuk itu.
Mas Azwar terus merayu dan membujuk agar aku mau menjadi istrinya. Dia ingin merubah hidupku yang kotor dan sesat dengan menjadi perempuan yang seutuhnya. Walaupun awalnya sempat ragu, namun pada akhirnya aku menerima pinangan Mas Azwar. Aku pun bersedia menjadi istrinya. Karena aku lihat, laki-laki itu sungguh-sungguh dan punya niat serius untuk menjadikan hidup aku lebih baik lagi.
Walaupun pada awalnya orangtua Mas Azwar tidak setuju dengan kehadiran aku karena aku ini seorang pemuas nafsu laki-laki, namun pada akhirnya Mas Azwar terus meyakinkan orangtuanya. Hingga akhirnya pernikahan kami pun digelar secara sederhana di sebuah masjid di Bogor. Saat itu aku bahagia sekali karena pada akhirnya aku menemukan laki-laki yang benar-benar mencintai aku apa adanya. Mau menerimaku yang mempunyai pekerjaan hina. Tapi…
Di tahun ke lima pernikahan kami, Mas Azwar mulai memperlihatkan tabiat aslinya. Pada awalnya saja dia terlihat sangat baik, sopan dan ramah. Namun setelah itu, dia mulai berbuat kasar padaku. Lima tahun menikah, tapi kami tak kunjung dikaruniai keturunan. Orangtuanya terus menuntutku kapan aku bisa memberikan mereka cucu. Itulah yang menyebabkan Mas Azwar jadi kasar dan marah-marah terus sama aku.
Setiap hari aku selalu menjadi objek emosi dan kemarahan Mas Azwar. Aku sering dipukuli dan ditamparnya. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan semenjak saat itu, Mas Azwar sering tidak pulang ke rumah. Aku ditinggal begitu saja. Hingga di suatu malam, Mas Azwar pulang dengan membawa seorang perempuan muda dan cantik.
“Mas… siapa perempuan ini?”
“Oh, kamu mau tahu? Dia pacarku, sekaligus calon istriku!”
“Kamu tega Mas. Terus aku bagaimana?!”
“Bodo amat, aku nggak peduli. Aku tidak mau punya istri yang tidak bisa memberikan aku keturunan.”
“Kamu berubah Mas Azwar. Kamu palsu, tidak seperti pertama bertemu. Janji kamu begitu manis.”
“Plak! Diam kamu! Mulai malam ini aku ceraikan kamu Yulia. Kamu bukan lagi istriku!”
“Mas! Apa salahku Mas.”
Isak tangis Yulia tak bisa disembunyikan. Setelah menceritakan kisah hidupnya, dia pun menangis. Tak peduli banyak orang yang melihat itu di stasiun Citayam. Karena Yulia tidak kuat lagi. Beberapa orang yang melintas di peron stasiun Citayam sempat memperhatikan semua itu.
“Astagfirullahaladzim Yulia, aku turut prihatin ya.”
“Semalam aku pulang ke rumah Mas Azwar. Setelah bertanya kepada kedua orangtuanya, ternyata dia benar-benar sudah menikah dengan perempuan itu. Dan aku sudah resmi diceraikan tanpa diberikan apapun. Aku diusir, aku ditendang dan diperlakukan kasar oleh kedua orangtuanya Mas Azwar. Aku dibilang hina. Aku ini perempuan kotor katanya. Tidak pantas menjadi istrinya Mas Azwar. Aku sampah. Sakit hati ini Kang Wawan. Sakkkiiittt.”
Tanpa terasa, Wawan ikut meneteskan air matanya mendengar Yulia bercerita. Betapa menyedihkan, begitu menyentuh perasaannya.
“Aku segera sadar dan berfikir, mungkin semua ini adalah balasan dari Allah karena dulu aku sudah meninggalkan Kang Wawan, Elmeira dan Habibi. Karena aku dulu sudah berbuat kasar sama kalian bertiga. Aku sedang memetik hasil, apa yang dulu sudah aku tanam Kang. Aku benar-benar menyesal. Aku benar-benar menyesal. Aku minta maaf, aku minta maaf kang Wawan. Aku ini memang jahat. Aku pantas mendapatkan semua ini.”
Entah sadar atau tidak, Yulia refleks merangkul pinggang Wawan karena tak kuat lagi menahan sedihnya. Perempuan itu memang sedang membutuhkan perlindungan dan pegangan. Untuk meredakan sedihnya, untuk menghilangkan tangisnya.
BERSAMBUNG ke episode berikutnya…
Hak Cipta Milik : Fakhrul Roel Aroel Hidayat