Lanjutan Cerbung Panggil Dia Ibu : Episode 19
Wawan, Elmeira dan Habibi baru saja selesai tap in di stasiun Bojonggede. Ketiganya langsung berjalan beriringan menuju peron tengah stasiun. Cuaca sore itu lumayan panas dan cerah. Matahari masih bersinar dengan terang. Walaupun haus mencekik kerongkongan karena berpuasa, namun mereka tidak memikirkannya. Mereka terus melangkah menuju ke peron.
Acara sore hari ini, mereka bertiga akan pergi ke masjid Istiqlal Jakarta Pusat. Rencananya mereka akan berbuka puasa di sana yang dilanjutkan dengan sholat tarawih. Mumpung semuanya sedang libur, semuanya digunakan untuk berkumpul bersama keluarga dan beribadah bersama di masjid terbesar se-Asia Tenggara itu.
Dan sesuai perjanjian, Rendy Agus yang belakangan ini sedang dekat dengan Elmeira, juga ikut serta. Namun laki-laki itu menunggu Elmeira di stasiun Juanda. Ya. Karena posisi stasiun yang terdekat dari masjid Istiqlal ya stasiun Juanda. Rendy yang berangkat dari stasiun Bekasi, juga telah diinformasikan bahwa sore ini Elmeira dan keluarga akan pergi ke masjid Istiqlal.
Namun sayang, kebersamaan Wawan dan kedua anaknya tidak disertai oleh Yulia. Seandainya saja Elmeira dan Habibi sudah bisa menerima kehadiran Yulia dan memaafkannya, mungkin mereka akan menjadi sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis. Karena pada kenyataannya baik Elmeira ataupun Habibi, masih sakit hati atas perlakuan buruk Yulia dulu.
Terlebih lagi Elmeira, gadis itu melihat wajah Yulia saja sudah tidak mau. Padahal Wawan sudah memperingatkan berkali-kali, harus mulai bisa melupakan semua itu. Karena bagaimanapun itu adalah ujian hidup.
Mungkin Elmeira ataupun Habibi memang memerlukan waktu dan proses untuk memaafkan Yulia dan memanggilnya dengan sebutan Ibu. Karena tidak semudah itu semuanya bisa dilakukan. Seseorang yang sudah terluka dan tersakiti hatinya, sangat sulit untuk menerima orang yang sudah menyakitinya.
Dan bila memang flashback ke belakang, Perlakuan Yulia memang sudah kelewat batas. Setelah diketahui Wawan tak lagi bekerja di kantor karena pengurangan pegawai, akhirnya Yulia mulai uring-uringan dan tidak bisa terima.
Pada saat itu, Wawan yang baru saja beberapa bulan diterima kerja di salah satu instansi perusahaan di daerah Kuningan, Yulia senang sekali. Karena setelah mereka menikah pada saat itu, ada lowongan kerja yang persyaratannya boleh lulusan SMU karena butuh cepat. Dan alhamdulillahnya, Wawan lulus tes dan beberapa hari kemudian bisa langsung bekerja.
Pada saat itu, Yulia sangat bahagia. Dia excited sekali karena suaminya akhirnya mendapatkan pekerjaan beberapa minggu setelah mereka menikah. Karena saat pernikahan terjadi, Yulia sempat berpikir, kira-kira ada nggak ya instansi perusahaan mau menerima karyawan yang hanya lulusan SMU tapi posisi pekerjaannya bukan office boy ataupun cleaning service. Dan alhamdulillahnya saat itu memang sedang ada jalannya.
Namun siapa sangka, kebahagiaan Yulia tidak berlangsung lama. Setelah diketahui kantor tempatnya Wawan bekerja mengalami bangkrut dan gulung tikar, Yulia mulai resah. Para karyawan satu persatu di-PHK. Hingga akhirnya tiba giliran Wawan.
Padahal saat itu, Yulia sedang hamil Elmeira dan beberapa minggu lagi akan menjalani proses persalinan. Dari sanalah Yulia mulai menampakkan watak aslinya. Kerjanya selalu marah-marah dan malah menyalahkan Wawan karena tak becus mencari pekerjaan pengganti.
Padahal semenjak Wawan di-PHK, dia rajin mencari pekerjaan ke tempat yang lain. Sekalinya dapat, Wawan hanya bisa jadi office boy ataupun cleaning service. Jelas saja Yulia nggak mau dan nggak terima. Karena di mata Yulia, office boy dan cleaning service itu adalah pekerjaan rendahan, hina dan memalukan. Lebih baik Wawan jadi pengangguran saja daripada harus menjadi office boy atau cleaning service, begitu yang Yulia katakan saat itu.
Akhirnya sampai Habibi lahir, Wawan belum juga punya pekerjaan tetap. Biaya hidup sehari-hari dibantu oleh orangtuanya Yulia. Dan hal itu sangat memalukan Yulia. Sampai akhirnya Yulia semakin memperlihatkan karakter jahatnya. Dia sering meninggalkan Wawan dan kedua anaknya. Sering memaki dan berkata-kata kasar. Bahkan perlakuan KDRT, sering Yulia lakukan kepada suaminya itu.
Namun Wawan berusaha untuk sabar dan ikhlas. Dia tetap menganggap Yulia istrinya. Perlakuan sekasar apapun dari Yulia saat itu, Wawan berusaha untuk menelannya. Karena dengan kekuatan doa, semua itu akan berubah dan Yulia akan segera sadar. Tapi pada kenyataannya, Yulia tidak sadar-sadar, dia malah meminta cerai. Ahhh.
Bila mengingat hal itu, terkadang Wawan suka sedih dan menangis sendiri. Perempuan yang dulu baik dan lemah lembut, berubah kasar dan menjadi sosok yang sangat menyeramkan. Semakin sering dinasihati oleh Wawan, Yulia semakin melawan dan melupakan kodratnya sebagai seorang istri yang harus hormat dan patuh kepada Wawan suaminya.
“Ayah koq nangis sih.” Tanpa sadar, di tempat duduknya Wawan menangis. Habibi yang mengagetkan lamunannya.
“Astagfirullahaladzim, maaf Abib. Ayah keluar air mata ya.”
“Bukan keluar lagi, tapi tumpah.”
“Ayah mikirin apa sih?” Cecar Elmeira kemudian.
“Ayah mau ngomong sesuatu sama kalian. Tapi janji, kalian berdua harus dengerin. Nggak boleh protes atau marah.”
“Iya deh iya. Aku sama teteh janji nggak protes. Iya kan teh?” Habibi melirik kakaknya sesaat.
“Oke, nggak apa-apa.”
“Baiklah.”
BERSAMBUNG ke episode berikutnya…
Hak Cipta Milik : Fakhrul Roel Aroel Hidayat