Lanjutan Cerbung Commuterline Love Story : Episode 18
Seperti yang sudah disepakati di telepon dan di pesan whatsApp, siang ini Dhandy dan Annisa ada janji pertemuan bersama Annisa di stasiun Sudirman. Stasiun Sudirman dipilih oleh Dhandy karena tempatnya yang strategis dan bisa akses kemana saja. Dan kebetulan di lantai atas stasiun ada tempat untuk ngopi-ngopi. Cocok untuk mengadakan ketemuan ataupun janjian. Karena besok pagi, Dhandy sudah harus terbang ke Kyoto Jepang bersama Pak Abdur Rahman untuk urusan pekerjaan kantor. Sebelum pergi, banyak hal yang ingin disampaikan oleh Dhandy kepada Annisa. Terlebih, dia dan Annisa belum pernah bertemu lagi setelah awal pertemuan mereka saat itu di stasiun Serpong.
Ada getaran-getaran aneh menghiasi hati Dhandy. Rasa bahagia campur excited bercampur menjadi satu. Betapa tidak, dia akan bertemu dengan perempuan yang selama ini dirindukannya. Seorang perempuan yang selama ini selalu melintas dalam ingatannya. Walaupun baru pertama kali bertemu, namun Dhandy tidak dapat memungkiri, bahwa perasaan itu ada dan mulai hadir. Kalau dipikir-pikir memang terkesan aneh, baru pertama kali bertemu namun Dhandy sudah merasakan seberbunga-bunga ini. Sebahagia ini. Biasanya, Dhandy itu agak susah dalam hal-hal seperti ini. Namun dengan Annisa, entahlah. Semua dirasakan sangat lain.
Tadinya, Dhandy mau mengajak Jarwo juga. Namun karena sahabatnya itu ada keperluan, akhirnya Dhandy berangkat sendirian. Toh ini adalah acara spesial antara Dhandy dan Annisa, mengapa juga harus melibatkan atau mengajak orang lain segala.
“Hei… Dhandy Ardiansyah, ngapain lo di sini.” Sebuah suara dan tepukan di pundaknya mengagetkan Dhandy yang sedang duduk menunggu di kursi. Seketika Dhandy segera menoleh.
“Ehhh, elo Ndro. Gue pikir siapa. Ngagetin aja lo ah.” Ya, itu adalah Hendro Lesmana rekan kerjanya juga namun beda divisi.
“Sendirian aja lo, nungguin siapa lo.”
“Sssttt… berisik lo ah. Kepo lagi.”
“Si Jarwo bilang saat ini elo lagi kesengsem sama cewek yang bernama Annisa Azzahrah. Jangan-jangan elo lagi nungguin dia ya. Hayo… ketahuan ya.”
Dhandy langsung tersipu malu dan membuang muka ketika Hendro berbicara seperti itu. Sepertinya Dhandy memang tersipu malu. Tidak ada tanggapan sama sekali.
“Katanya elo mau berangkat ke Jepang ya. Kapan tuh?”
“Besok pagi Ndro. Makanya, sebelum gue berangkat gue pengen ketemu dulu sama dia. Ya… speak-speak lah sambil ngobrol-ngobrol sebelum pergi.”
“Gue sih cuma doain semoga perjalanan lo ke sana lancar-lancar aja. Semua dimudahkan. Dan kalo bisa oleh-olehnya ya Dhan. Miss Japan juga boleh.”
“Anjayyy, Miss Japan. Ketinggian lo minta oleh-olehnya. Sekalian aja perdana menteri Japan. Hahahaha.”
Baik Dhandy ataupun Hendro sama-sama tertawa lepas dengan kelucuan mereka sendiri. Sampai akhirnya keseruan itu berubah ketika handphone Dhandy berdecit-decit di saku celananya. Spontan Dhandy langsung melihat ke layar handphonenya. Annisa Azzahrah. Wahhh, ternyata dari dia.
“Sebentar ya Ndro, Annisa telepon.”
“Oke bro, silakan.”
“Assalamu’alaikum Annisa, halo.”
“Waalaikum salam Mas Dhandy.”
“Kamu udah sampai mana Nis, aku udah di lantai atas stasiun Sudirman nih.”
“Justru itu Mas, aku mau minta maaf karena nggak bisa datang.”
“Lho, kenapa?” Wajah Dhandy langsung berubah jadi sedih dan juga pucat.
“Papi aku jatuh dari tempat tidur Mas. Dan sekarang belum sadarkan diri.”
“Astagfirullahaladzim, Allahu Akbar.”
“Maafin aku ya Mas, aku nggak bisa nemuin Mas Dhandy sekarang. Aku jadi ngerasa nggak enak. Padahal udah janji mau datang. Tapi Papi nggak ada yang jaga. Aku kasihan sama Papi Mas.”
“Ya udah nggak apa-apa Nis. Aku maklum koq. Bagaimanapun kamu harus fokus sama kesehatan Papi kamu, karena dia orang tua kamu yang masih ada. Insya allah aku nggak apa-apa koq. Mungkin Allah memang belum menakdirkan kita untuk ketemu.”
“Tapi aku ngerasa bersalah sama Mas Dhandy. Karena besok pagi Mas Dhandy akan terbang ke Jepang. Masa iya kita gagal untuk ketemuan lagi.”
“Mungkin Allah sedang mempersiapkan rencana yang paling indah untuk kita bertemu Annisa. Percayalah.”
“Aamiin. Mudah-mudahan ya Mas.”
Tak ada lagi yang berbicara. Keduanya jadi terdiam. Baik Annisa ataupun Dhandy sama-sama tidak bersuara lagi. Mungkin satu sama lain saling menyesalkan mengapa pertemuan mereka gagal lagi. Karena berulang kali ingin bertemu, namun selalu tidak pernah berhasil.
“Aku kangen banget sama kamu Annisa.” Entah bagaimana caranya tiba-tiba saja tanpa disadari oleh Dhandy, air mata itu keluar tanpa diundang di kedua mata Dhandy. Mengalir dan menganaksungai di pipinya.
“Aku juga kangen sama Mas Dhandy.” Jawaban dari Annisa cukup mengagetkan hati Dhandy. Tidak menyangka kalau Annisa akan berani mengatakan hal itu.
“Alhamdulillah, terima kasih Annisa.”
Oh iya Mas, selama di Jepang, hati-hati ya Mas. Jaga kesehatan. Jangan sampai telat makan atau kebanyakan begadang. Jangan tinggalkan sholat lima waktu. Ingat aku dan keluarga Mas Dhandy di Indonesia yang menantikan kepulangan Mas dalam keadaan selamat dan baik-baik saja tanpa kurang satu apapun nantinya. Aku tidak minta oleh-oleh apa-apa koq Mas. Fokus saja sama pekerjaan Mas selama di Kyoto. Mas Dhandy pulang dengan selamat sampai Indonesia lagi aja, itu adalah oleh-oleh terindah yang tak ternilai harganya buat aku Mas.
Titis-titis airmata Dhandy, kembali menggerimis penuh haru. Dia sangat terharu dengan kata-kata Nissa. Sebegitu perhatiannya, sebegitu bijaknya. Ahhh. Dhandy semakin yakin saja, bahwa Annisa adalah perempuan yang selama ini dia cari. Walaupun pertemuan ini gagal lagi, namun di mata Dhandy semua itu terbayar sudah dengan kata-kata Annisa tadi. Subhanallah.
BERSAMBUNG ke episode berikutnya…
Hak Cipta Milik : Fakhrul Roel Aroel Hidayat