Lanjutan Cerbung Commuterline Love Story : Episode 23
Seperti para penumpang yang lainnya, Annisa menunggu kereta di jalur tiga stasiun Tangerang. Sudah hampir lima belas menit menunggu, namun kereta tujuan Duri belum juga datang. Sementara itu penumpang terus bertambah banyak. Tidak ada pilihan lain, Annisa harus tetap menunggu. Di atas sana, langit senja mulai nampak, pendaran sinar matahari terasa hangat menerangi area stasiun. Annisa melihat ke layar handphone, sudah jam lima sore lewat lima belas menit. Mudah-mudahan sampai rumah, sudah sampai sebelum waktu maghrib tiba. Namun bila telat seperti ini, Annisa antisipasi untuk sholat maghrib di stasiun Duri saja.
Ya, semenjak Annisa dan Papinya pindah dari Bogor menuju Duri, Annisa harus bisa menghidupi Papinya dan dirinya sendiri untuk bertahan hidup selama di Jakarta. Salah satunya dengan menjadi guru pendamping dan guru les privat Bahasa Inggris untuk tingkat taman kanak-kanak. Ya. Semenjak Annisa tinggal di Jakarta, dia meminta bantuan Ningrum sahabatnya yang tinggal di daerah Tangerang untuk minta dicarikan pekerjaan. Ningrum yang sebagai guru Taman Kanak-kanak merasa diuntungkan dengan keinginan Annisa tersebut. Secara, di sekolah tempatnya mengajar, memang sedang membutuhkan guru pendamping. Akhirnya, Annisa pun mulai bisa mengajar pada saat itu juga.
Dan sore ini, dia baru saja pulang les privat dari salah satu orangtua murid di daerah Tangerang. Alhamdulillah, semenjak mengajar di sekolahnya Ningrum, Annisa sudah punya penghasilan sendiri walaupun tidak seberapa. Tapi cukup membantu biaya hidup bersama Papinya yang kini tinggal di rumah kontrakan. Dengan keadaan seperti ini, Annisa terpaksa harus putus kuliahnya begitu saja karena biaya yang tidak memungkinkan lagi. Bangkrutnya perusahaan tempat Papinya bekerja, mengharuskan Annisa untuk mengubur impiannya sementara waktu menjadi seorang dokter. Karena kuliah di kedokteran itu, biaya lumayan menguras kantong. Dan Annisa tidak mau memaksakan diri. Bila memang nanti ada rezekinya, insya allah dilanjutkan lagi. Yang penting saat ini dia bisa membahagiakan Papinya, orangtua yang masih tersisa.
Semenjak Annisa menjadi guru pendamping dan les privat di Tangerang, dengan sangat terpaksa dia harus meninggalkan Papinya. Apalagi saat ini Papinya sedang sakit karena baru saja terjatuh dari tempat tidur. Namun syukurlah ada Bi Dedeh yang menemani Papinya. Bi Dedeh adalah pembantu yang dari dulu ikut Papinya. Dan hingga saat ini Bi Dedeh tetap setia ikut bersama Papinya walaupun Papinya tidak bekerja lagi.
Annisa menyandarkan tubuhnya di tiang stasiun sambil tetap masih menunggu kereta. Belum ada informasi dari announcer stasiun kereta ada di mana dan baru sampai stasiun mana. Hingga akhirnya ketika sedang jenuh menunggu kereta datang, handphone Annisa yang sedang dipegangnya berbunyi mengagetkannya. Ada panggilan masuk. Annisa segera melihat ke layar handphonenya. “Dhandy Ardiansyah” rupanya laki-laki itu yang meneleponnya. Rona bahagia terpancar dari wajah Annisa, seringai tawa mengembang indah.
“Assalamua’laikum Mas Dhandy. Apa kabarnya Mas.”
“Waalaikum salam. Alhamdulillah aku baik-baik saja. Annisa sendiri bagaimana?”
“Alhamdulillah keadaanku baik-baik juga. Mas Dhandy gimana di Kyoto. Seneng dong ya.”
“Seru Nissa. Pak Abdur Rahman dan aku diajak jalan-jalan terus sama Mister Nagao San. Tadi siang kami baru dari kota Osaka. Naik kereta shinkansen. Kami juga ke kuil, ke taman bunga matahari, Kyoto tower. Banyak deh. Besok rencananya mau ke kota Kobe juga. Karena Kyoto, Osaka dan Kobe adalah kota yang cukup aktif dan merupakan kota bisnis juga.”
“Aduh, seneng banget ya. Jadi pengen ke Jepang juga nih.”
“Tapi setelah itu ya, kita kerja Nissa. Memikirkan proyek kerja sama dua negara. Selain jalan-jalan ya… kerja juga tidak dilupakan. Karena tujuan utama ke Kyoto ya untuk bekerja.”
“Di Kyoto sepertinya udah malem ya Mas sekarang.”
“Iya nih, di sini udah mau jam setengah delapan malam Niss. Abis ini Pak Nagao ngajak aku dan Pak Abdur makan malam di salah satu restoran di kota ini.”
“Hati-hati Mas dengan makanannya. Dipastikan halal lho.”
“Insya allah halal. Kokinya katanya orang Malaysia.”
“Oh syukurlah.”
“Oh iya Nissa, ada yang ingin aku omongin sama kamu.” Ucap Dhandy tiba-tiba.
“Mau ngomong apa Mas?”
“Aku…”