Lanjutan Cerbung Commuterline Love Story : Episode 24
Dhandy malah terdiam. Ucapannya terhenti begitu saja. Mulutnya Seakan-akan terkunci. Seperti ada skat yang menghalanginya untuk bicara. Annisa menunggu apa yang akan dikatakan oleh Dhandy, namun tetap saja, laki-laki itu tidak terdengar suaranya lagi.
“Mas… koq malah diam. Mau ngomong apa Mas.” Setelah sekian lama ditunggu, akhirnya Annisa memberanikan diri untuk bertanya. Karena Dhandy mendadak diam.
“Emmm… Hehehe… nungguin ya.”
“Ihhh, malah ketawa lagi. Katanya mau ngomong sesuatu.”
Tagih Annisa kemudian.
“Sebentar-sebentar. Koq rame banget sih Nissa. Ini kamu lagi dimana sih.”
“Aku sedang nunggu kereta di stasiun Tangerang Mas.”
“Tangerang? Koq bisa sampai sana. Kamu ngapain di situ?”
“Aku abis ngajar les privat Bahasa Inggris sama anak didik aku Mas.”
“Apa? Ngajar? Kamu itu seorang guru? Hebat dong.”
“Cuma guru pendamping Mas, levelnya juga cuma tingkat kanak-kanak. Kalau aku dosen baru hebat.”
“Ya tetep aja kamu perempuan hebat. Bisa mencerdaskan anak bangsa. Hehehe.”
“Bentar Mas, keretanya sudah mau masuk stasiun nih. Tunggu ya, jangan ditutup dulu.” Suara Annisa agar diperlantang karena efek suasana stasiun yang sangat berisika dan ramai.”
“Baiklah. Semoga kamu dapat duduk ya. Aku doain dari Kyoto sini.”
“Aamiin.”
Alhamdulillah, akhirnya Annisa bisa duduk di kereta. Kebetulan, saat kereta berhenti dia berdiri depan pintu pas. Otomatis dia leluasa untuk mendapatkan tempat duduk yang dia inginkan. Karena tadi di belakang dia berdiri, banyak sekali penumpang yang siap-siap mendorong dengan kasar ke dalam. Deretan kursi sebelah prioritas, Annisa pilih untuk duduk. Dan yang lainnya pun langsung berhamburan mencari tempat duduk masing-masing.
“Mas Dhandy… alhamdulillah doa Mas terkabul. Aku dapat duduk nih. Pas kereta berhenti, aku berdiri pas pintu. Beruntung sekali. Rezeki anak sholehah.”
“Aamiin, insya allah.”
“Oh iya Mas, katanya mau ngomong. Cepetan mau ngomong apa. Takutnya penting.”
“Aku kangen kamu Annisa. Sumpah, gila, asli. Kangen banget sama kamu.” Ungkap Dhandy akhirnya dan langsung.
“Ya ampun kirain mau ngomong apa, nggak tahunya cuma ngomong gitu doang.”
“Yang penting aku kan sudah ngomong. Terus bagaimana, kamu kangen juga nggak sama aku.”
“Nggmmhhh… gimana ya.”
“Yaelah pake pikir-pikir segala lagi. Tinggal bilang iya kangen juga, apa susahnya sih.”
“Malu ah didengar banyak orang nih.”
“Nggak apa-apalah, namanya juga anak muda. Wajar dong.”
Iya Mas Dhandy Ardiansyah, berjauhan seperti ini membuat hati aku tidak tenang memikirkan Mas Dhandy di sana. Kyoto itu bukan Bogor atau Bekasi. Beda rasanya. Apalagi kita ini baru sekali ketemu, belum ketemu-temu lagi. Ya pastilah perasaan itu ada. Aku tidak bisa memungkirinya Mas. Aku cemas dengan keadaan Mas di sana. Takut terjadi apa-apa selama Mas di sana, di negeri orang.
Namun yang pasti, ini memang sudah kehendak Allah. Kita tidak ditakdirkan untuk mudah ketemuan. Karena mungkin Allah sudah menscript-kan pertemuan kita nanti dengan indah. Aku yakin itu. Dan aku juga mau bilang sama kamu Mas, aku juga kangen sama kamu. Hanya sapu tangan warna biru milik kamu yang selalu aku bawa. Walaupun orangnya ada di negeri sakura sana, namun salah satu benda yang dia punya, aku pegang dan aku bawa kemanapun aku pergi.
“Alhamdulillah, terima kasih Annisa. Rupanya Kamu mengalami apa yang sedang aku rasakan.”
“Jaga diri baik-baik ya Mas, aku tidak ingin terjadi apa-apa sama kamu.”
“Iya Nissa, aku ingat kata-kata kamu. Oh iya, nanti pulang dari Jepang, aku akan memberikan sesuatu yang indah untuk kamu. Tunggu aja ya.”
“Nggak usah repot-repot beli oleh-oleh untuk aku Mas, yang penting mah, kamu pulang dengan selamat, itu adalah oleh-oleh yang tak ternilai harganya.”
“Bukan oleh-oleh koq, pede aja lagi.”
“Ihhh, nyebelin ih. Becanda melulu nih Mas Dhandy.”
“Pokoknya kamu tenang aja, semoga nanti kamu suka.”
“Apa sih Mas, jangan buat aku penasaran deh.”
“Rahasia dong. Hehehe. Eh Nissa, udah dulu ya. Aku ada janji dinner sama Pak Nagao nih. Pak Abdur Rahman juga diajak. Udah dulu ya. Assalamua’laikum.”
“Waalaikum salam.
BERSAMBUNG ke episode berikutnya…
Hak Cipta Milik : Fakhrul Roel Aroel Hidayat