Semenjak kejadian itu, Dhandy tidak pernah bertemu dengan Annisa lagi. Seakan-akan hilang kontak begitu saja. Terlebih, saat itu Annisa tidak punya handphone pengganti setelah dia kecopetan di stasiun Parung Panjang saat itu. Untuk Dhandy, sangat sulit menghubungi perempuan yang mulai menyita perhatiannya itu. Jujur, setelah Annisa menginap di rumahnya malam itu, dia semakin memikirkan perempuan itu. Bukan karena Annisa itu cantik dan menarik, namun lebih kepada, Dhandy mulai merasakan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah dia rasakan. Dalam setiap ayunan langkah dan dalam setiap helaan nafas, sosok Annisa Azzahrah mulai rajin menghuni hatinya, bermukim di palungnya.
Walaupun saat itu hanya sehari dia dan Annisa jalan-jalan naik KRL Commuterline, namun serasa sudah seperti bertahun-tahun saja. Seperti sudah kenal begitu dekat. Tidak ada kecanggungan, umpama tak ada penghalang apapun di antara mereka. Mulai dari ke stasiun Bogor, Bekasi, lanjut ke Tangerang, sampai akhirnya ke stasiun Serpong. Melelahkan namun berkesan. Sangat menyenangkan. Dan walaupun hanya sehari, Dhandy tidak mau melupakan semua moment itu. Apalagi setelah dia melihat foto-foto yang dikirimkan oleh Sujarwo sahabat di kantornya via pesan di whats-App, Dhandy tak henti-hentinya melihat foto-foto mesra itu.
Ya. Di foto itu Dhandy dan Annisa nampak sudah seperti berpacaran saja. Seperti sudah memiliki suatu hubungan yang sangat lama. Lekat-lekat Dhandy melihat kembali foto-foto indah itu. Duhhh, koq bisa Annisa tidur di pundaknya sementara sang pemilik pundak tidak tahu. Bagaimana ceritanya tangan Annisa melingkar di pinggang Dhandy, sementara sang pemilik pinggang, juga tidak tahu. Seandainya saja semua itu dirasakan dalam keadaan Dhandy sedang sadar, mungkin raga dan sukma Dhandy umpama di terbangkan ke langit ke tujuh. Melayang menuju istana nirwana yang indah dan megah. Sungguh mempesona.
Dan foto itu tidak hanya satu atau dua saja. Namun Sujarwo mengirimkannya hingga belasan. Awalnya Dhandy sempat geregetan dan kesal karena telah dicandid oleh sahabatnya sendiri. Namun setelah dipikir-pikir, Dhandy harus berterima kasih kepada Jarwo karena telah mengabadikan moment yang berharga itu. Dan hasil difoto itu sangat jernih. Tak ada selasar kabut yang menghalanginya sedikitpun. Sepertinya Sujarwo baru saja beli handphone baru yang lebih bagus dan mahal yang pixel kameranya di atas rata-rata. Sepertinya Dhandy harus bertanya langsung kepada Jarwo, bagaimana caranya dia bisa ambil spot foto sebagus itu. Ah tapi ya sudahlah, koq jadi ngomongin hal lain.
Apapun itu, setiap berangkat kerja dari stasiun Serpong, Dhandy senantiasa memperhatikan keadaan sekitar rangkaian kereta yang dinaikinya, siapa tahu tiba-tiba saja ada Annisa. Ahhh… Dhandy mengkhayalnya yang nggak-nggak saja. Annisa itu kan orang Bogor, naik keretanya pasti tujuan Bogor. Nggak mungkin sampai Serpong segala, saat itu Annisa naik kereta dari stasiun Parung Panjang karena dia baru saja menghadiri undangan pernikahan sahabatnya sesama SMU dulu. Jadi mana mungkin setiap hari Annisa naik kereta ke dan dari Parung Panjang. Itu hanya khayalan Dhandy yang terlalu tinggi karena sudah lama tidak bertemu dengan Annisa.
Bagaimana kabar dia sekarang, apakah baik-baik saja. Dan bagaimana pula hubungan Annisa dan Papinya yang saat itu sempat panas karena insiden kecopetan itu. Masih marahkah Papinya Annisa, sudah berubahkah sikap Papinya Annisa menjadi lebih baik. Dhandy hanya bisa menerka-nerka dalam hatinya.
“Annisa Azzahrah… sumpah, aku kangen kamu Nis. Aku kangen banget.”
Hanya itu yang bisa Dhandy katakan bila sedang menunggu kereta di stasiun Serpong ataupun stasiun Sudirman. Setiap hari, jam, menit dan detik, senyum dan wajah Annisa melekat kuat di hatinya. Apa mungkin ini yang dinamakan cinta. Ahhh. Terlalu cepat semua itu untuk diketahui. Dhandy dan Annisa baru sekali bertemu. Tidak mungkin langsung menumbuhkan benih cinta di hati Dhandy. Karena, untuk mencintai seseorang itu pasti butuh proses. Butuh pendekatan dan perkenalan lebih jauh. Itu menurut Dhandy Aditya Ardiansyah.
“Cieeee yang diguncang kerinduan. Gempa dan trsunami di Aceh 2004 silam kayanya kalah hebat nih guncangannya. Ayeee.” Jarwo sahabatnya, menggoda Dhandy yang masih gelisah dan galau memikirkan Annisa.
“Ahhh, lebay lo Wo. Ini nih, kalo elo belum pernah ketemu cewek yang bikin lo klepek-klepek, elo nggak bakal ngerasain yang namanya sebuah kerinduan seperti ini.”
“Ah elo Dhan, bisa aja nyelanya. Gue itu jomblo bukannya pilih-pilih cewek, tapi emang… gue belum laku aja. Kasihan banget deh gue.”
“Hahahaha. Jarwo Jarwo. Handphone aja S7, cewek tujuh aja kagak bisa elo dapetin. Hadeuuuhhh.”
“Gila lo tujuh. Sorry ya. Gue mah cowok setia. Nggak mau nyakitin cewek.”
“Huhhh, blagu lo orang Cikarang.”
“Sirik aja lo kue semprong.”
“Anjrittt. Sialan lo. Gkgkgkgkgk.”
Jarwo dan Dhandy sama-sama tertawa menikmati kelucuan mereka sendiri sambil menuruni eskalator stasiun Sudirman.
BERSAMBUNG ke episode berikutnya…
Hak Cipta Milik : Fakhrul Roel Aroel Hidayar