Lanjutan Cerbung Panggil Dia Ibu : Episode 16
Tanpa mereka sadari, dari balik tiang stasiun Bojonggede Yulia mendengarkan pembicaraan mereka. Terutama penjelasan Calista yang menurutnya sangat tidak masuk akal. Tidak mungkin Elmeira putrinya melakukan hal sememalukan itu. Yulia yakin, Wawan mantan suaminya pasti mengajarkan Elmeira hal yang baik-baik. Tidak mungkin menjerumuskan putrinya ke lembah hitam. Maka dari itu Yulia tidak percaya dengan semua ucapan dan penjelasan dari Calista. Menurut Yulia, Calista itu hanya mengada-ada atau sedang mencari simpatiknya Wawan saja.
Sebenarnya sudah dari tadi Yulia ingin keluar dari balik tiang. Namun dia masih menahan. Dia menunggu Calista sampai selesai bicara. Adapun maksud dan tujuan Yulia berada di stasiun Bojonggede malam ini adalah, semata-mata hanya ingin melihat wajah suami dan kedua anaknya saja. Setelah Wawan bercerita bahwa dia saat ini tinggal di daerah Bojonggede, Yulia jadi sering mengunjungi stasiun Bojonggede hanya untuk mengobati kerinduannya kepada mantan suami dan kedua anaknya.
“Jaga ucapan anda, jangan asal bicara!” Yulia tiba-tiba saja keluar dari balik tiang dekat tempat duduk di mana ada Wawan dan Habibi di situ. Sontak kemunculan Yulia membuat Wawan, Habibi dan Calista kaget.
“Yulia!” Pekik Wawan spontan.
“Siapa anda?” Calista malah balik tanya.
“Saya yakin, Elmeira putri saya tidak mungkin terlibat hal-hal tidak benar seperti itu.”
“Ohhh, jadi anda ini Ibunya Elmeira yang katanya dulu sudah tega meninggalkan Mas Wawan, Habibi dan tentunya Elmeira. Ibu macam apa anda ini.”
“Jaga bicara anda. Malu sama hijab yang anda kenakan. Tidak usah ikut campur dengan urusan orang lain. Urus saja diri anda sendiri.”
“Dengar ya Mbak Yulia, sejahat-jahatnya seorang Ibu kepada anaknya, tidak mungkin tega meninggalkan anaknya begitu saja sampai bertahun-tahun lamanya. Apalagi anda meninggalkan mereka semua hanya untuk kepuasan dan kesenangan pribadi semata dengan menjadi seorang perempuan…”
“Hentikan! tidak pantas seorang perempuan berhijab seperti anda bicara seperti itu. Malu dong.”
“Hehhh, justru seharusnya anda yang malu. Ngaca dong.”
Pada akhirnya, antara Calista dan Yulia jadi ribut dan saling mengeluarkan kata-kata kasar. Tidak disangka, kalau semuanya akan berakhir seperti itu. Wawan yang melihat hal itu menjadi bingung dan pusing sendiri apa yang harus dilakukan. Di sisi lain, Yulia adalah mantan istrinya yang tidak lain adalah Ibu dari Elmeira dan Habibi. Sedangkan Calista, yang Wawan tahu adalah perempuan yang berhati lembut dan keibuan. Namun entah kenapa malam ini, Calista terlihat sangat lain dan tidak seperti biasanya.
“Sudah, sudah. Koq kalian jadi berantem sih. Nggak enak dilihat banyak orang ah. Sudah malam.” Wawan berusaha untuk menengahi.
“Aku hanya tidak terima Elmeira difitnah seperti itu oleh perempuan ini Kang. Aku yakin, Elmeira tidak seperti itu. Aku Ibunya.”
“Saya tidak mungkin bohong Mbak. Saya melihatnya langsung tadi.”
“Terus, anda melihat langsung juga ada Elmeira di sana. Anda melihatnya tidak?!” Suara Yulia mulai meninggi.
“Emmm… Ya. Bisa jadi iya. Karena setelah mendengar penjelasan Kang Wawan dan lokasi kejadiannya sama persis. Apalagi sampai saat ini Elmeira belum pulang. Jadi alasan saya sangat kuat dan beralasan.”
“Alasan yang tidak masuk akal, tidak ada bukti yang kuat. Ini namanya fitnah. Hoax.”
“Lagipula, ngapain anda di sini. Bukankah anda sudah lama bercerai dengan Mas Wawan. Berarti anda sudah tidak ada urusan lagi dengan Mas Wawan kan?”
“Dengar baik-baik ya Mbak, Elmeira itu putri saya, bukan putri anda. Jadi saya berhak atas anak saya. Emang Mbak pikir, Mbak ini siapa? Istri Kang Wawan bukan, saudara bukan, apa hak anda mencampuri urusan keluarga kami, ha?!”
Sungguh, Wawan semakin pusing dibuatnya. Bukannya menyelesaikan masalah, malah menambah masalah. Nasib dan keadaan Elmeira saja sampai saat ini belum diketahui bagaimana. Kini Wawan harus melihat dan menghadapi dua orang perempuan yang sedang bersitegang. Sedangkan sampai saat ini, dia tidak tahu bagaimana cara melerainya.
“Aku mohon, hehtikan semua itu. Elmeira saat ini belum diketahui bagaimana nasibnya. Kalian jangan menambah beban masalah. Please…”
“Dia yang sudah menambah masalah Kang Wawan dengan menceritakan kejadian yang belum pasti. Dia sudah ikut campur terlalu dalam.”
“Bilang saja anda ingin mencari simpatiknya Mas Wawan agar Mas Wawan mau kembali sama anda. Kebaca banget sih. Dasar perempuan murahan.”
“Astagfirullahaladzim, plak!”
Seketika Yulia menampar Calista karena ucapannya sudah kelewat batas. Tidak bisa dibiarkan begitu saja.
“Kurang ajar, anda berani memapar saya. Haaakhhh.” Calista bermaksud membalas tamparan Yulia, namun secepat kilat Wawan melerainya. Dia tidak ingin terjadi keributan yang lebih sengit lagi.
“Sudah cukup, cukup. Diam semuanya. Malu dong. Astagfirullahaladzim.” Wawan mulai kehilangan kesabaran. Yulia dan Calista memang harus segera dihentikan.
Bersamaan dengan itu, dari arah utara tiba commuterline tujuan Bogor. Untuk beberapa saat lamanya Wawan dan semuanya menepi dan suasana panas pun sedikit berkurang. Sementara itu dengan Habibi yang dari tadi diam saja, hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan para orangtua bersitegang dan saling mengeluarkan kata-kata tinggi. “Teteh, cepet pulang dong teh. Abib pusing nih. Malah jadi pada berantem.” Bisik di hati Habibi tak habis pikir.
Penumpang yang baru saja turun dari kereta segera berhamburan menuju pintu keluar. Ada yang berlari-lari, jalan cepat, bahkan yang jalannya santai pun juga ada. Hingga akhirnya di antara semua penumpang, Habibi seperti melihat sosok Elmeira kakaknya sedang melangkah menghampiri, menuju pintu keluar.
“Itu si teteh… Elmeira. Teteh!!”
BERSAMBUNG ke episode berikutnya…
Hak Cipta Milik : Fakhrul Roel Aroel Hidayat