Lanjutan Cerbung Panggil Dia Ibu : Episode 27
“Haiiii, assalamua’laikum. Nama kamu siapa?” Elmeira memberanikan diri untuk menyapa dan bertanya kepada anak kecil perempuan yang duduk di sebelahnya itu. Dan setelah anak perempuan itu spontan menoleh ke arah Elmeira.
“Qonita.” Jawab anak itu yang ternyata bernama Qonita.
“Namanya cantik, seperti orangnya. Pintar mengaji lagi.” Puji Elmeira sambil mengukir senyuman.
“Nama Kakak siapa?” Qonita balik bertanya.
“Kenalkan, kakak namanya Elmeira.”
“Assalamua’laikum Kakak Elmeira.”
“Waalaikum salam cantik.”
Untuk beberapa saat lamanya Elmeira dan Qonita saling berjabat tangan dan memperkenalkan diri masing-masing. Laki-laki yang bersama Qonita yang tak lain adalah Ayahnya Qonita, melihat dan memperhatikannya dengan sepotong senyum di tempat duduknya.
“Ini anaknya Pak?” Tanya Elmeira kepada Ayahnya Qonita.
“Iya Mbak, anak satu-satunya.”
“Ooo. Saya salut dah kagum sama Qonita Pak. Di usianya yang masih anak-anak, tapi sudah hafal Al-Qur’an. Hebat. Saya jadi iri.”
“Alhamdulillah Mbak. Dari masih dalam kandungan, saya sudah memperdengarkan Qonita pengajian dan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Bahkan ketika Qonita sudah lahir pun saya setiap hari tetap memperdengarkan kepada dia pengajian. Kadang saya yang mengaji di samping dia ketika dia masih bayi. Dan alhamdulillah setiap saya mengaji, Qonita bayi sangat tenang dan tidak rewel. Sampai Qonita berumur dua tahun dan mulai bisa berbicara, saya mulai mengajarkan dia mengaji dan mengenalkan Al-Qur’an.
Awalnya Qonita kecil tidak betah dan berontak. Namun karena sering dan setiap hari, akhirnya Qonita terbiasa dan mulai mengaji walaupun hanya mengenal huruf terlebih dahulu. Setiap selesai sholat maghrib dan Isya, saya mengajari Qonita mengaji. Terus dan terus hingga dia masuk sekolah. Qonita kecil tidak saya biarkan untuk kecanduan main gadget seperti anak-anak kecil pada umumnya. Karena hal itu kurang baik dan kurang bagus untuk dirinya sendiri.
Gadget untuk anak kecil, lebih banyak membawa pengaruh buruknya ketimbang baiknya. Kejadiannya sudah banyak di sekitar kita Mbak. Saya tidak perlu menceritakannya lagi. Dan saya berusaha untuk tidak sering memainkan gadget di depannya dia. Saya ingin menjadikan anak saya baik dan berkualitas untuk keluarga dan agama.
“Subhanallah. Alhamdulillah ya Pak. Terus, istri Bapak mana, tidak ikut?” Tanya Elmeira kemudian.
“Istri saya sudah meninggal ketika Qonita dilahirkan Mbak.”
“Inna lillahi wa Inna illaihi rajiun. Turut prihatin ya Pak. Maaf. Kenapa bisa meninggal Pak?”
Itu sudah takdir dari Allah Mbak, saya harus ikhlas. Dan untuk kejadian itu, butuh hati yang kuat dan tegar untuk menghadapinya. Namun sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, istri saya sempat berpesan agar Elmeira diajarkan mengaji dan penghafal Al-Qur’an seperti dirinya. Dan alhamdulillah saat ini sedikit demi sedikit, Elmeira sudah hampir hafal 30 Juz.
“Subhanallah. Allahu Akbar. Kamu hebat Qonita. Ajarin Kak Elmeira dong.” Elmeira kembali menatap Qonita yang dari tadi diam saja mendengarkan Ayahnya dan Elmeira mengobrol.
“Boleh. Dengan senang hati.”
“Terima kasih sayang. Kalau boleh kakak tahu, kamu kenapa sih mau jadi penghafal Al-Qur’an. Kan menghafalnya lama.” Tanya Elmeira penasaran.
Aku sudah tidak punya Ibu. Aku ingin menjadi anak yang baik dan berbakti walaupun Ibu sudah lama meninggal. Insya allah dengan menjadi penghafal Al-Qur’an, Ibu bahagia di syurga sana. Padahal… bila Ibu ada, aku ingin membahagiakannya. Aku ingin menjadi anak yang sholehah. Aku ingin berbakti sama Ibu.
Karena Ibu sudah melahirkan aku. Karena aku, Ibu meninggal. Walaupun aku belum ngerti, tapi aku merasa sangat bersalah Kak. Tapi kata Abi, aku tidak boleh begitu. Kematian Ibu sudah kehendak Allah. Semua sudah diatur oleh Allah.
Mungkin kak Elmeira iri dengan aku yang sudah bisa menghafal Al-Qur’an. Tapi aku lebih iri lagi bila melihat anak kecil seusia aku bahagia bersama Ibunya. Bisa ketawa bareng, bisa jalan bareng bahkan bisa nangis bareng. Pokoknya bahagia banget deh yang masih punya Ibu. Karena kata di Al-Qur’an saja, syurga itu ada di bawah telapak kaki Ibu.
Maka dari itu, kalau Kak Elmeira masih punya Ibu. Bahagiakan Ibunya kak Elmeira. Berbakti kepadanya. Karena ridho Allah tergantung ridho orangtua kita, termasuk ibu kita. Oh iya, Kak Elmeira masih punya Ibu kan?
Elmeira tak kuat menahan tangisnya. Kata-kata dari Qonita sangat mencabik hati dan perasaannya. Menyadarkannya dan menegur sikap dan kelakuannya yang selama ini sangat kasar kepada Yulia. Seketika, Elmeira memeluk Qonita. Dia menumpahkan tangisnya. Dia keluarkan semua kesedihannya. Kata-katanya Qonita begitu menyadarkan hatinya.
“Kak… kenapa Kak Elmeira nangis. Kak?”
BERSAMBUNG ke episode berikutnya…
Hak Cipta Milik : Fakhrul Roel Aroel Hidayat