PANGGIL DIA IBU : EPISODE 34

Lanjutan Cerbung Panggil Dia Ibu : Episode 34

 

Kedua mata Wawan mendelik tajam. Tangan kanannya menahan rasa sakit yang ada di perutnya karena dua tembakan yang baru saja diledakkan oleh Calista secara tidak sengaja. Ya. Tadinya tembakan itu hendak diarahkan ke arah Yulia. Namun karena Wawan menghalangi dan mengganggu, akhirnya dua tembakan tadi mengenai sekitar perut Wawan.

 

Darah segar mulai merembes dan keluar dari perut bagian samping kanan Wawan. Erangan kecil terdengar dari mulut Wawan karena menahan rasa sakit. Semua yang hadir menyaksikan kejadian itu ikut terkejut, membelalakkan mata dan juga ada yang menjerit. Termasuk Calista sang pelaku. Perempuan itu kaget. Mengapa jadi Wawan yang tertembak, kenapa bukan Yulia.

Calista menggeser langkah ke belakang beberapa langkah sambil menutup mulutnya. Dia tidak percaya Wawan yang akhirnya akan terluka. “Ohhh tidak. Tidak. Astagfirullahaladzim.” Sesal Calista di dalam hatinya.

“Kang Wawan! Kaaang!”
“Ayaaahhh. Ayaaahhh!”

Habibi dan Yulia histeris seketika melihat Wawan langsung ambruk dan terjatuh ke lantai peron stasiun Duri. Keduanya langsung menghampiri dengan raut wajah kaget dan sedih. Sementara itu dengan Elmeira yang masih dalam keadaan disekap, langsung berontak ketika melihat Ayahnya tertembak di depan matanya langsung walaupun dalam jarak yang lumayan jauh. Sayang, mulutnya dikunci pakai plakband. Elmeira hanya bisa mengerang dan bersuara tidak jelas.

Bersamaan dengan itu, beberapa satuan regu polisi tiba-tiba saja datang dari dua tempat yang berbeda. Satu di peron selatan di mana Elmeira disekap, satu lagi datang dari arah belakang Calista. Semua lengkap dengan pistol dan borgol masing-masing.

“Angkat tangan!”
“Tangkap mereka!”

Alhamdulillah, karena bantuan dari polisi, Elmeira bisa bebas dan terlepas dari para penyekap yang didalangi oleh Calista itu. Calista dan ketiga penyekap itu langsung diringkus dan ditangkap oleh team kepolisian. Sementara itu Elmeira langsung berlari menghampiri Wawan yang saat ini sedang tergeletak tidak berdaya karena tertembak. Habibi dan Yulia sudah ada bersama Wawan dengan ditemani isak tangis.

“Ayaaahhh… Ayaaahhh.” Elmeira seketika berlari, bersatu dengan Yulia dan juga Habibi.
“Kang Wawan… Kang…”
“Yulia… aku. Aku mau bicara sesuatu… sama kamu.”
“Nggak, Kang Wawan jangan bicara apa-apa dulu. Kita akan ke rumah sakit sekarang. Kang Wawan harus segera ditangani oleh dokter. Pihak kepolisian sudah panggil ambulance.”
“Ti… Tidak usah Yulia. Aku merasa…”
“Ayah, Ayah. Ini aku Yah.”

Elmeira langsung duduk di lantai peron stasiun Duri kemudian melihat keadaan Ayahnya yang sudah bersimbah darah di perutnya.

“Elmeira… Maafkan Ibu Yulia. Maafkan… dia Nak.”
“Iya Ayah, aku sudah memaafkan Ibu. Hari ini aku rencananya mau pulang ke Bojonggede untuk minta maaf sama Ayah dan juga Ibu Yulia. Tapi di stasiun Duri ini ada yang mengintai aku dan akhirnya…”

Elmeira tidak meneruskan ucapannya. Air matanya sudah berebut untuk keluar.

“Sudahlah. Sekarang mereka semua… sudah ditangani oleh polisi. Ayah… hanya ingin titip pesan sama kamu Nak.”
“Ayah nggak boleh bicara seperti itu. Ayah pasti sembuh. Sebentar lagi Ayah akan dibawa ke rumah sakit.”
“Tidak Elmeira, Ayah merasa… hidup Ayah tidak akan… lama lagi. Ayah sudah… tidak kuat lagi.”
“Nggak, nggak! Ayah pasti sembuh. Ayah harus bertahan.”

Kini giliran Habibi yang meyakinkan Wawan untuk yakin bahwa dia akan selamat. Dengan simbah air mata, Habibi memeluk Wawan.

“Habibi… Ayah juga punya pesan sama kamu sebelum Ayah pergi.”
“Nggak, nggak! Ayah jangan pergi. Ayah pasti sembuh. Ayah pasti sembuuuh!”

BERSAMBUNG ke episode berikutnya…

Hak Cipta Milik : Fakhrul Roel Aroel Hidayat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *